Rabu, 09 Maret 2011

Kelompok musik YPAC Solo lakukan aksi peduli Darsem


Solo (Solopos.com)--Kelompok musik perkusi YPAC Solo melakukan aksi kepedulian dengan menyuguhkan sajian musik dan menggalang dana untuk Darsem di Jl Slamet Riyadi, Solo, Minggu (6/3/2011).

Darsem merupakan TKI asal Subang Jabar yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi. Kegiatan penggalangan dana tersebut digelar saat car free day berlangsung.

Salah satu personel kelompok musik perkusi YPAC Solo, Arga,15, mengatakan akan membantu sebisa mungkin untuk Darsem. ” Saya akan membantu sebisa mungkin, salah satunya dengan musik,” tuturnya yang pawai memainkan jimbe tersebut.

Disisi lain Kepala Bidang Pengembangan Bakat dan Minat YPAC Solo, Sugian Noor berharap bantuan yang dikumpulkan dapat bermanfaat. “Walau tidak seberapa tapi semoga dapat bermanfaat untuk Darsem,” ungkapnya.

Ia menambahkan bantuan itu akan disalurkan melalui salah satu stasiun televisi swasta. Di sisi lain suguhan musik perkusi kelompok itu ternyata berhasil mencuri perhatian pengguna jalan. Sambil menikmati musik yang disajikan para pengguna jalan tak segan merogoh kocek dan memberikan sumbangan.

MODEL KHUSUS Rp 275.000,-

Rela Nomaden Agar Musik Etnik Populer Kebun Kopi, Lahir dari Aktivitas Kumpul Ngopi




Musisi mana yang rela keliling Pontianak hampir setiap hari tanpa dibayar? Apalagi dengan membawa berbagai peralatan musik yang banyak dan berat. Itulah kegiatan rutin yang dilakukan Kebun Komunitas Pecinta Seni, singkatannya Kebun Kopi.

ARIST, Pontianak

NAMA kelompok musik spesialis perkusi ini sudah dikenal luas masyarakat Pontianak. Selain sering tampil mengisi even-even besar, mereka juga populer lewat berbagai kegiatan yang nyentrik. Salah satunya adalah program keliling kota yang baru beberapa bulan ini dijalankan.
Keliling dari satu tempat ke tempat lain bukannya tanpa tujuan. Maksud mereka adalah untuk mengenalkan dan melestarikan musik tradisional perkusi suku Dayak. Satu persatu tempat yang mau menerima mereka digunakan sebagai arena latihan. Siapa saja boleh mendengar, melihat, bertanya, dan belajar tentang musik mereka. Minggu lalu giliran Rumah Mimpi di Jalan Letjen Soetoyo yang disambangi.
“Sebelumnya kami singgah beberapa hari di Taman Budaya depan Mapolda Kalbar. Minggu ini kami latihan di sini (Rumah Mimpi). Silakan untuk yang melihat dan belajar bagaimana kami bermain. Rencananya minggu depan kami akan coba masuk ke kampus. Mungkin ke Fakultas Hukum Untan atau STKIP di Kota Baru,” ujar Manager Kebun Kopi, Herfin Yulianto.
Uniknya, meskipun mengusung jenis musik etnik Dayak, personil Kebun Kopi mayoritas beridentitas suku lain. “Di sini kami tidak membeda-bedakan suku. Niat kami hanya untuk mengekspresikan musik tradisional. Tapi ada pengembangan dan ada unsur tambahan di sini,” kata Herfin.
Jenis musik yang diusung grup perkusi yang bermarkas di Jalan Martadinata ini tidak sepenuhnya bernuansa Dayak. Mereka menamakannya progressive ethnic music. Alat-alat yang digunakan misalnya, kebanyakan berupa jimbe asal Afrika. Hanya sedikit yang asli Kalimantan, terutama alat musik melodis berupa sape’ (gitar khas suku Dayak).
Dari sejarahnya, Kebun Kopi didirikan untuk berkarya dalam berbagai bentuk seni. Kelompok ini berawal dari sebuah perkumpulan anak-anak muda energik di Tamasya Tour, Herfin salah satu di dalamnya. Mereka kemudian punya ide mengadakan kegiatan seni mengekspresikan ide-ide.
Dengan semangat tersebut, mereka mulai dengan membuat pameran tunggal lukisan Pelukis Zul MS di tahun 2001. Cukup lama vakum, pada 10 Juli 2006 Tamasya Tour dengan beberapa seniman yang ada waktu itu mulai berani membentuk wadah kesenian dengan nama Kebun Kopi kependekan dari Komunitas Pecinta Seni.
Tahun 2007, seorang teman Herfin yang bernama Dinan pulang dari Jogja setelah menempuh pendidikan musik tradisi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Dinan mengubah haluan Kebun Kopi. Dari seni rupa ke seni musik tradisional. Kemudian dikembangkan beberapa bentuk musik sehingga tercipta jenis musik yang diusung mereka sekarang.
Mengenai nama Kebun Kopi, bukan hanya sekadar singkatan semata. Nama ini lahir dari inspirasi aktivitas kumpul dan minum kopi bersama para pendirinya. “Pada awalnya terinspirasi dari aktivitas ngumpul sambil ngopi di Jalan Gajah Mada. Kemudian pada satu malam lahir gagasan untuk membentuk sebuah komunitas kesenian,” cerita Herfin.
Kumpul dan ngopi bareng itu kemudian melahirkan sebuah wadah kreatif bagi mereka. “Dari sinilah Kebun Kopi lari sebagai sebuah kebun untuk ditanami dengan kreativitas dan kerja keras dalam berkarya dan memaknai hasilnya. sungguh sebuah awal yang mengharukan buat persaudaraan kebun kopi,” sambungnya. (*)